Syariat sejatinya telah gamblang menjelaskan definisi dan menyuguhkan gambaran akan sosok Al-Imam Al-Mahdi. Namun bersemainya penyimpangan tak pelak menjadikan gambaran Al-Imam Al-Mahdi itu menjadi kabur.
Beriman akan Munculnya
Telah menjadi kewajiban setiap muslim untuk mengimani
segala yang diberitakan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
di mana ini menjadi konsekuensi persaksian kita: “Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya.” Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga
mereka bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar melainkan Allah dan agar
mereka beriman kepada apa yang kubawa. Bila mereka melakukan itu maka mereka
telah melindungi darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haknya. Adapun
perhitungannya diserahkan kepada Allah.” (Shahih, HR. Muslim, Kitabul Iman
Bab Al-Amru bi Qitalin Nas Hatta.)
Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah tegaskan:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.
Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr:
7)
Ini menunjukkan wajibnya beriman dengan segala yang
diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik berita yang terkait
dengan apa yang telah lalu atau yang akan datang. Termasuk di antaranya adalah
akan munculnya Al-Imam Al-Mahdi.
Berita akan munculnya sosok penegak sunnah nan adil itu
telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak
hadits. Bahkan tak sedikit dari para ulama yang menyatakan bahwa haditsnya
mencapai derajat mutawatir secara makna, sehingga tiada lagi celah bagi
siapapun untuk mengingkarinya. Di antara ulama yang menyatakan kemutawatiran
hadits-haditsnya adalah Abul Hasan Muhammad bin Husain As-Sijzi (wafat 363 H),
Muhammad Al-Barzanji (wafat 1103 H), As-Safarini, As-Sakhawi, Asy-Syaukani,
Shiddiq Hasan Khan, Al-Kattani, dan lain-lain rahimahumullah.
Dan para ulama yang menyebutkan keshahihan hadits tentang
Al-Mahdi sangat banyak, dari kalangan ulama terdahulu maupun belakangan.
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu telah menyebutkan sebagian nama mereka, di
antaranya 16 ulama yang saya sebutkan sebagiannya: Abu Dawud, Al-Qurthubi, Ibnu
Taimiyyah, Adz-Dzahabi, Ibnul Qayyim, dan Ibnu Hajar rahimahumullah.
Sehingga ini menjadi salah satu akidah Ahlus Sunnah wal
Jamaah. As-Safarini mengatakan: “Telah banyak riwayat yang menyebutkan akan
munculnya Al-Mahdi sehingga mencapai derajat mutawatir secara makna. Dan itu
telah tersebar di kalangan Ahlus Sunnah sehingga teranggap sebagai aqidah
mereka….” –beliau menyebut hadits, atsar serta nama para sahabat yang
meriwayatkannya, lalu beliau berkata– “Dan telah diriwayatkan dari para sahabat
yang disebutkan dan selain mereka dengan riwayat yang banyak, juga dari para
tabi’in setelah mereka, yang dengan semua itu memberi faedah ilmu yang pasti.
Maka mengimani munculnya Mahdi adalah wajib sebagaimana telah ditetapkan oleh
para ulama dan tertulis dalam akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. (Lawami’ul Anwar
Al-Bahiyyah, 2/84)
Beberapa Hadits tentang Al-Imam Al-Mahdi
1. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Bila tidak tersisa dari dunia kecuali satu hari
–Za`idah (salah seorang rawi) mengatakan dalam haditsnya– tentu Allah akan
panjangkan hari tersebut, sehingga Allah utus padanya seorang lelaki dariku
–atau dari keluargaku–. Namanya sesuai dengan namaku, dan nama ayahnya seperti
nama ayahku. Ia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya telah
dipenuhi dengan kedzaliman dan keculasan.” (Hasan Shahih, HR. Abu Dawud,
Shahih Sunan no. 4282; sanadnya jayyid menurut Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam
Al-Manarul Munif; At-Tirmidzi no. 2230, 2231; Ibnu Hibban no. 6824, 6825)
2. Dari ‘Ali (bin Abi Thalib) radhiyallahu ‘anhudari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia mengatakan:
“Bila tidak tersisa dari masa ini kecuali satu hari,
tentu Allah akan munculkan seorang lelaki dari ahli baitku (keluargaku) yang
akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana (sebelumnya) telah dipenuhi
dengan kecurangan.” (Shahih, HR. Abu Dawud no. 4283 Kitab Al-Mahdi dan ini
adalah lafadznya, Ibnu Majah no. 4085, Kitabul Fitan Bab Khurujul Mahdi)
3. Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan:
Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Al-Mahdi dari keluargaku dari putra Fathimah.”
(Shahih, HR. Abu Dawud dan ini lafadznya, Shahih Sunan no. 4284, Ibnu Majah no.
4086, dan Al-Hakim no. 8735, 8736)
4. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
“Al-Mahdi dariku, dahinya lebar, hidungnya mancung,
memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana (sebelumnya) telah dipenuhi dengan
kedzaliman, berkuasa selama 7 tahun.” (Hasan, HR. Abu Dawud no. 4285 dan
ini lafadznya, Ibnu Majah no. 4083, At-Tirmidzi, Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a Fil
Mahdi no. 2232, Ibnu Hibban no. 6823, 6826 dan Al-Hakim no. 8733, 8734, 8737)
5. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
“Bagaimana dengan kalian jika turun kepada kalian
putra Maryam, sementara imam kalian dari kalian?” (Shahih, HR.
Al-Bukhari, Kitab Ahaditsul Anbiya` Bab Nuzul ‘Isa ibni Maryam, no. 3449;
Muslim dalam Kitabul Iman Bab Fi Nuzul Ibni Maryam, 2/369, 390)
6. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Masih tetap sekelompok dari umatku berperang di atas
kebenaran. Mereka unggul sampai hari kiamat, lalu turun ‘Isa putra Maryam. Maka
pemimpin mereka mengatakan: ‘Kemari, jadilah imam kami.’ Ia menjawab: ‘Tidak,
sebagian kalian adalah pemimpin atas sebagian yang lain, sebagai kemuliaan dari
Allah untuk umat ini’.” (Shahih, HR. Muslim dalam Kitabul Iman Bab La
Tazal Tha`ifah min Ummati, 2/370, no. 393)
Hadits-hadits yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari dan
Shahih Muslim ini menunjukkan dua hal:
Pertama: Ketika turunnya ‘Isa bin Maryam dari
langit, yang memegang kepemimpinan muslimin ketika itu adalah seorang dari
mereka.
Kedua: Keberadaan pemimpin mereka untuk shalat, lalu
ia mengimami muslimin, serta permintaannya kepada Nabi ‘Isa ‘alaihissalam saat
turunnya untuk mengimami mereka. Ini semua menunjukkan keshalihan pemimpin
tersebut dan bahwa ia berada di atas petunjuk.
Dan (dalam hadits) itu walaupun tidak ada penegasan
dengan lafadz Al-Mahdi, tetapi menunjukkan sifat orang yang shalih yang
mengimami muslimin di waktu itu. Dan terdapat hadits-hadits dalam kitab-kitab
Sunan maupun Musnad serta lainnya, yang menerangkan bahwa hadits-hadits yang
ada dalam dua kitab shahih itu menunjukkan bahwa orang shalih tersebut bernama
Muhammad bin Abdullah dari keturunan Al-Hasan bin ‘Ali, yang disebut dengan
Al-Mahdi. Dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu sebagiannya
menerangkan sebagian yang lain. Di antara hadits yang menunjukkan hal itu
adalah hadits yang diriwayatktan oleh Al-Harits ibnu Abi Usamah dalam
Musnad-nya dengan sanadnya dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Isa putra Maryam turun, lalu pemimpin mereka Al-Mahdi
mengatakan: ‘Imamilah kami’. Ia menjawab: ‘Sesungguhnya sebagian mereka
pemimpin bagi sebagian yang lain, sebagai kemuliaan dari Allah untuk umat ini’.”
Hadits ini dikatakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu
dalam kitabnya Al-Manarul Munif: “Sanadnya bagus.” (Abdul Muhsin Al-‘Abbad,
‘Aqidatu Ahlil Atsar. Lihat pula Ash-Shahihah, no. 2236)
Nama Al-Imam Al-Mahdi dan Nasabnya
Nama beliau adalah Muhammad atau Ahmad bin Abdullah.
Seperti dalam hadits yang lalu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan:
“Namanya sesuai dengan namaku, dan nama ayahnya sesuai dengan nama ayahku.”
Dia dari keturunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di
mana disebutkan dalam riwayat: “Dari ahli baitku.” (HR. Abu Dawud, no.
4282 dan 4283). Dalam riwayat lain: “Dari keluarga terdekatku (‘itrah-ku).”
(HR. Abu Dawud, no. 4284). Dalam riwayat lain: “Dariku.” (HR. Abu Dawud
no. 4285) dari jalur perkawinan ‘Ali bin Abu Thalib dan Fathimah bintu
Rasulillah. Sebagaimana dalam hadits yang lalu dikatakan: “Seseorang dari
keluargaku” dan “dari anak keturunan Fathimah.” (HR. Abu Dawud no. 4284)
Oleh karenanya, Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Dia
adalah Muhammad bin Abdillah Al-‘Alawi (keturunan Ali) Al-Fathimi (keturunan
Fathimah) Al-Hasani (keturunan Al-Hasan). Allah Subhanahu wa Ta’ala
memperbaikinya dalam satu malam yakni memberinya taubat, taufik, memberinya
pemahaman serta bimbingan padahal sebelumnya tidak seperti itu.”
(An-Nihayah fil Malahim wal Fitan, 1/17, Program Maktabah Syamilah)
Menurut pendapat para ahli sejarah dan hadis, Imam
Mahdi as dilahirkan pada malam Jumat, 15 Sya'ban 255 atau 256 H. Tempat
kelahiran beliau adalah Samirra`, sebuah kota besar di Irak dan pada masa
kekhilafahan Bani Abbasiah pernah menjadi ibu kota kerajaan.
Silsilah nasab beliau secara terperinci adalah
Muhammad al-Mahdi bin Hasan al-‘Askari bin Ali al-Hadi bin Muhammad al-Jawad
bin Ali ar-Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja’far as-Shadiq bin Muhammad al-Baqir
bin Ali as-Sajjad bin Husain as-Syahid bin Ali bin Abi Thalib as.
Kelahiran beliau adalah sebuah realita yang tidak
dapat dipungkiri. Banyak sekali bukti historis dan tekstual yang menegaskan hal
itu.
Imam Ja'far ash-Shadiq as berkata: “Tidak akan
meninggal dunia salah seorang dari kami kecuali ia akan meninggalkan seseorang
yang akan meneruskan missinya, berjalan di atas sunnahnya dan melanjutkan
dakwahnya. Hakimah, bibi Imam Hasan al-‘Askari as pernah menggendong beliau dan
melihat di bahu sebelah kanannya tertulis “Kebenaran telah datang dan kebatilan
telah sirna”. (QS. Al-Isrâ`: 81).
Sifat Fisiknya
Di antara sifat fisiknya adalah sebagaimana disebutkan
dalam riwayat Abu Dawud (no. 4285) dan yang lain:
أَجْلَى الْجَبْهَةِ Artinya, “Tersingkap rambutnya
dari arah kepala bagian depan,” atau “Dahinya lebar.”
أَقْنَى اْلأَنْفِ “Hidungnya mancung, ujungnya tajam,
bagian tengahnya agak naik.”
Al-Qari mengatakan: “Maksudnya, beliau tidak pesek,
karena yang demikian adalah bentuk yang tidak disukai.”
Menebar Keadilan
Di antara sifat Al-Mahdi adalah bahwa ia menebar keadilan
dan melenyapkan kedzaliman serta keculasan. Sebagaimana tersebut dalam hadits:
“Memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan
kezhaliman.” (HR. Abu Dawud no. 4282, 4283, 4285)
Sehingga disebutkan dalam hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri
radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah bersabda:
“Akan datang pada umatku Al-Mahdi bila masanya pendek
maka tujuh tahun, kalau tidak maka 9 tahun. Maka umatku pada masa itu diberi
kenikmatan dengan kenikmatan yang tidak pernah mereka rasakan yang semacam itu
sama sekali. Mereka diberi rizki yang luas. Mereka tidak menyimpan sesuatu pun.
Harta saat itu berlimpah sehingga seseorang bangkit dan mengatakan: ‘Wahai
Mahdi, berilah aku.’ Diapun menjawab: ‘Ambillah’.” (Hasan, HR. Ibnu Majah
no. 4083, Kitabul Fitan Bab Khurujul Mahdi, 4/412, dan Al-Hakim no. 8739.
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menghasankannya)
Dalam riwayat At-Tirmidzi disebutkan:
“Sehingga datang kepadanya seseorang seraya
mengatakan: ‘Wahai Mahdi, berilah aku, berilah aku.’ Nabi mengatakan: “Maka
Mahdi menuangkan untuknya di pakaiannya sampai ia tidak dapat membawanya.”
Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Di masanya,
buah-buahan banyak. Tanam-tanaman lebat, harta benda melimpah. Penguasa
benar-benar berkuasa, agama menjadi tegak, musuh menjadi hina, kebaikan
terwujud di masanya terus-menerus.” (An-Nihayah Fil-Malahim 1/18, Program
Maktabah Syamilah)
Dalam riwayatAl-Hakim, disebutkan bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Muncul di akhir umatku Al-Mahdi. Allah menyiramkan
hujan, sehingga bumi mengeluarkan tanamannya. Ia membagi harta secara merata.
Binatang ternak semakin banyak, umat pun menjadi besar. Ia hidup selama 7 atau
8 –yakni tahun–.” (HR. Al-Hakim, Kitabul Fitan wal
Malahim no. 8737. Beliau mengatakannya sebagai hadits yang shahih sanadnya, dan
disepakati oleh Adz-Dzahabi dan Ibnu Khaldun. Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullahu mengatakan: “Sanadnya shahih.” Lihat Ash-Shahihah, 4/40, hadits
no. 1529)
Waktu Munculnya
Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan At-Tirmidzi
disebutkan: “Ketahuilah, yang sudah dikenal di kalangan seluruh pemeluk
Islam sepanjang masa bahwa di akhir zaman pasti muncul seorang dari ahlul bait
(keluarga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang membela agama dan menebarkan
keadilan, serta diikuti oleh muslimin. Ia juga menguasai kerajaan-kerajaan
Islam. Ia dijuluki Al-Mahdi. Juga tentang keluarnya Dajjal serta tanda-tanda
kiamat sesudahnya yang terdapat dalam kitab Shahih, muncul setelahnya. Dan
bahwa kemunculan ‘Isa juga setelahnya, kemudian beliau membunuh Dajjal. Atau
‘Isa turun setelahnya lalu membantunya untuk membunuh Dajjal kemudian bermakmum
kepada Mahdi dalam shalatnya.” (Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a fil Mahdi)
At-Tirmidzi rahimahullahu meriwayatkan dari Zir bin
Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda
“Dunia tidak akan lenyap hingga seorang dari
keluargaku menguasai bangsa Arab. Namanya sesuai dengan namaku.” (HR.
At-Tirmidzi no. 2230, Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a fil Mahdi, 4/438 dan beliau
mengatakan: “Hasan shahih.” Demikian pula yang dikatakan Al-Albani
rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
Dari sini, berarti munculnya Al-Imam Al-Mahdi adalah di
akhir zaman sekaligus mengawali tanda-tanda besar akan datangnya kiamat. Namun
sebagian ulama sempat ragu, apakah Mahdi ini sebagai awal tanda yang besar atau
tanda yang lain. Sebagian ulama menyatakan dengan yakin bahwa Mahdi sebagai
tanda pertama, lalu berturut-turut datang tanda yang lain. Di antara yang
menyebutkan dengan tegas yang demikian adalah Muhammad Al-Barzanji
rahimahullahu (wafat 1103 H). Beliau mengatakan dalam bukunya Al-’Isya`ah li
Asyrath As-Sa’ah: “Bab Ketiga, tanda-tanda besar dan tanda-tanda yang dekat,
yang setelahnya tibalah hari kiamat, dan itu juga banyak. Di antaranya
Al-Mahdi, dan itu yang pertama.” (dinukil dari ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal
Atsar fil Mahdi Al-Muntazhar)
Adapun Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Munculnya,
nanti di akhir zaman. Dan saya kira, keluarnya adalah sebelum turunnya ‘Isa bin
Maryam, sebagaimana ditunjukkan oleh hadits-hadits yang berkaitan dengan hal
itu.”
Masa Kekuasaannya
Terdapat dalam Sunan At-Tirmidzi:
“Sesungguhnya pada umatku ada Al-Mahdi. Ia muncul, hidup
(berkuasa) 5 atau 7 atau 9.” –Zaid (salah seorang rawi/periwayat) ragu–. Abu
Sa’id mengatakan: “Apa itu?” Beliau menjawab: “Tahun.”
“Akan datang
pada umatku Al-Mahdi, bila masanya pendek maka 7 tahun, kalau tidak maka 9
tahun.” (HR. Ibnu Majah no. 4083)
Dengan perbedaan riwayat ini, maka Ibnu Katsir
rahimahullahu mengatakan: “Ini menunjukkan bahwa paling lama masa tinggal
(kekuasaan)-nya adalah 9 tahun, dan sedikitnya 5 atau 7 tahun.” (An-Nihayah
Fil Malahim wal Fitan, 1/18, Program Maktabah Syamilah)
Sementara Al-Mubarakfuri mengatakan: “Yakni, keraguan
itu berasal dari Zaid. Sementara dari shahabat Abu Sa’id dalam riwayat Abu
Dawud: ‘dan menguasai selama 7 tahun’ tanpa keraguan. Demikian pula dalam
hadits Ummu Salamah dalam riwayat Abu Dawud dengan lafadz ‘maka dia tinggal
selama 7 tahun’ tanpa keraguan. Maka riwayat yang tegas lebih dikedepankan
daripada yang ragu.” (Tuhfatul Ahwadzi, 6/15, Program Maktabah Syamilah)
Asal Munculnya
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa munculnya dari
arah timur atau Al-Masyriq. Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan:
“Munculnya Mahdi dari negeri-negeri timur bukan dari
gua Samarra, seperti disangka oleh orang-orang bodoh dari kalangan Syi’ah.”
(An-Nihayah Fil Malafim wal Fitan, 1/17, Program Maktabah Syamilah)
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan:
“Tatkala kami berada di sisi Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang sekelompok pemuda dari Bani Hasyim. Ketika
Nabi melihat mereka, kedua mata beliau berlinang air mata dan berubahlah roman
mukanya. Maka aku katakan: ‘Kami masih tetap melihat pada wajahmu sesuatu yang
tidak kami sukai.’ Lalu beliau menjawab: ‘Kami ahlul bait. Allah telah pilihkan
akhirat untuk kami daripada dunia. Dan sesungguhnya sepeninggalku, keluargaku
akan menemui bencana-bencana dan pengusiran. Hingga datang sebuah kaum dari
arah timur, bersama mereka ada bendera berwarna hitam1. Mereka meminta kebaikan
namun mereka tidak diberi, lalu mereka memerangi dan mendapat pertolongan
sehingga mereka diberi apa yang mereka minta, tetapi mereka tidak menerimanya.
Hingga mereka menyerahkan kepemimpinan kepada seseorang dari keluargaku. Lalu
ia memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana orang-orang memenuhinya dengan
kezhaliman. Barangsiapa di antara kalian mendapatinya maka datangilah mereka,
walaupun dengan merangkak di atas es’.” (HR. Ibnu Majah no. 4082, sanadnya
hasan lighairihi menurut Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Adh-Dha’ifah,
1/197, pada pembahasan hadits no. 85)
As-Sindi mengatakan: “Yang nampak, kisah itu merupakan
isyarat keadaan Al-Mahdi yang dijanjikan. Oleh karena itu, penulis (Ibnu Majah)
menyebutkan hadits ini dalam bab ini (bab keluarnya Al-Mahdi).”
Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Dan orang-orang
dari timur mendukung (Al-Mahdi), menolongnya dan menegakkan agamanya, serta
mengokohkannya. Bendera mereka berwarna hitam, dan itu merupakan pakaian yang
memiliki kewibawaan, karena bendera Rasulullah berwarna hitam yang dinamai
Al-Iqab.” (An-Nihayah fil Malahim, 1/17, Program Maktabah Syamilah)
Beliau juga mengatakan: “Maksudnya, Al-Mahdi yang
terpuji yang dijanjikan keluarnya di akhir zaman asal munculnya adalah dari
arah timur, dan diba’iat di Ka’bah seperti yang disebutkan oleh nash hadits.” (idem,
1/17)
Tentang tempat bai’atnya telah diisyaratkan oleh hadits
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seseorang
dibai’at di antara rukun (Hajar Aswad) dan Maqam (Ibrahim).” (HR. Ibnu
Hibban no. 6827, Ahmad, dan Al-Hakim; dan beliau menshahihkannya)
Proses Munculnya Al-Imam Al-Mahdi
Munculnya Al-Imam Al-Mahdi bukan bak sulap batil, yang
seolah muncul tanpa sebab dan tiba-tiba. Namun munculnya tentu mengikuti
sunnatullah pada alam ini, yakni melalui proses yang menuju ke arah sana.
Menjelaskan hal itu, Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu
mengatakan: “…Nabi memberikan kabar gembira tentang akan datangnya seseorang
dari keluarganya dan beliau menyebutkannya dengan sifat-sifat yang menonjol. Di
antara yang sifat terpenting adalah bahwa beliau berhukum dengan Islam dan
menebarkan keadilan di antara manusia.
Jadi, pada hakikatnya beliau termasuk para mujaddid yang
Allah Subhanahu wa Ta’ala munculkan di penghujung tiap 100 tahun, sebagaimana
telah shahih berita (tentang hal ini) dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Ini (keberadaan mujaddid di tiap satu abad) juga bukan berarti tidak
perlu berupaya mencari ilmu dan mengamalkannya untuk memperbarui agama.
Sehingga, akan keluarnya Al-Mahdi tidaklah berarti bermalas-malasan karenanya,
serta tidak bersiap atau beramal untuk menegakkan hukum Allah Subhanahu wa
Ta’ala di muka bumi. Bahkan sebaliknya (beramal) itulah yang benar, karena
Al-Mahdi tidak mungkin upayanya lebih dari Nabi kita Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang selama 23 tahun berbuat untuk mengokohkan pilar-pilar
Islam dan menegakkan negaranya.
Maka kira-kira apa yang akan dilakukan Al-Mahdi
seandainya ia muncul dan mendapati kaum muslimin dalam kondisi terpecah,
berkelompok-kelompok dan ulama mereka (muncul) –kecuali sedikit dari mereka–
(karena) orang-orang telah menjadikan mereka sebagai para pemimpin. Tentu
(Al-Mahdi) tidak akan dapat menegakkan negara Islam kecuali setelah
mempersatukan kalimat mereka dan menyatukan mereka dalam satu barisan serta
dalam satu bendera.
Dan ini –tanpa diragukan– membutuhkan waktu yang panjang,
Allah Maha Tahu tentangnya. Syariat serta akal, keduanya mengharuskan agar
orang-orang yang ikhlas dari kalangan muslimin menjalankan kewajiban ini.
Sehingga manakala Al-Mahdi keluar, tiada kebutuhan kecuali tinggal menggiring
mereka kepada kemenangan. Kalaupun belum keluar, maka mereka pun telah
melakukan kewajiban mereka dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan
katakanlah: ‘Beramallah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat amalan kalian itu’.” (At-Taubah: 105) [Silsilah
Al-Ahadits Ash-Shahihah, 4/42-43]
Wallahu a’lam.
1 Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Bendera itu
bukanlah yang dibawa Abu Muslim dari Khurasan yang kemudian menghancurkan
dinasti Bani Umayyah pada tahun 132 H. Namun bendera hitam lain, yang datang
mengiringi Al-Mahdi.” (An-Nihayah, 1/17)
Bukan pula pasukan Thaliban yang di Afghanistan,
sebagaimana yang disebut dalam poster berjudul Huru-Hara Akhir Zaman karya Amin
Muhammad Jamaludin yang laris itu. Selebaran itu sendiri sarat dengan berbagai
ramalan dan takwil (baca: penyelewengan makna) hadits-hadits Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam tentang tanda-tanda hari kiamat. Hendaknya kaum muslimin
tidak lekas terkesima dengan takwil semacam itu. Sebagaimana pula hal ini tidak
berarti mengingkari hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
peristiwa akhir zaman.
Izin save imagenya
BalasHapus